Merenungi tentang karir di penghujung tahun 2023
Desember 29, 2023
Jum’at, 29 Desember 2023. Hari terakhir masuk kantor
di penghujung tahun 2023. Di jam makan siang, aku duduk di salah satu coffee
shop di salah satu mall besar di tengah kota Jakarta.
Sendiri.
Lagi pengen merenung, anggaplah meditasi diri
diantara hingar bingar suara musik dan ramainya orang-orang sekitar yang
sama-sama duduk di cafe yang rata-rata bersama dengan kolega atau teman-teman
kantornya.
Siang ini rasanya cuma pengen menyeruput kopi dan
membaca buku Anak Kantoran dari Ko Sam yang sudah ku beli dari beberapa bulan
lalu tapi belum tuntas ku baca. Tinggal satu bab lagi. Dan pas banget topik
bahasannya dengan judul : The Endgame.
Overall buku ini rasanya sangat gue banget. Dan entah
berlebihan atau nggak, pas baca bab terakhir. Pas banget dalam kondisi hidup
yang penuh dengan kebingungan : jadi sebenernya gue ini berkarir untuk apa?
Sebagai seorang istri dan Ibu dari 2 orang anak
dengan usia balita, sering rasanya saat berangkat ke kantor dengan rasa gundah
karena meninggalkan anak-anak dirumah. Walau di satu sisi aku yakin bahwa
pengasuhan dan support keluarga yang
ada di rumah juga luar biasa. I have a
very wonderful husband, and I’m so blessed.
Setelah total 12 tahun berkarir di dunia HR yang
notabene kerjanya ngurusin orang, di 3 tahun terakhir pas masuk ke lingkungan head quarter, ada rasa kaget yang nggak
terprediksi sebelumnya. Soal pertemanan, politik kantor, lingkungan, yang
akhirnya menyadarkan diri sendiri dengan perasaan : you’re very Naive Dev.
Selama ini lo beneran berpikir semua
baik-baik saja tapi ternyata nggak se-simple
yang terlihat dan nggak se-simple
yang lo yakinin selama ini.
Begitu mencoba mengenal relasi dan lingkungan
sekitar, baru merasa dan tau bahwa dunia kantor itu nggak selalu soal duduk di cubicle, meeting, dan menyelesaikan
pekerjaan. Nggak kaya jaman kuliah yang tinggal kuliah pulang, nilai bagus dan
lulus. It’s bigger than I can imangine.
Polos ya 😄
Satu per satu cerita terbuka, sebagian terdengar
menyenangkan, membingungkan, mengerikan, melihat dari berbagai perspektif,
kadang cuma sebagai pendengar, kadang memberikan opini, mengumpulkan
fakta-fakta baru dari rumor yang beredar. Tapi somehow ujungnya diserap ibarat energi ada positif dan ada
negative. Sebagian membuat bersemangat dan sebagian membuat takut dan kecewa.
Dalam situasi kelelahan beberapa waktu ini dan coba
mencari serta memaknai lagi proses bekerja, kalimat demi kalimat yang ada dalam
paragraf bukunya Ko Sam semacam memberikan insight
dan jawaban.
“Untuk waktu
yang lama, menjadi “anak kantoran” adalah bagian besar dari indentitasku, mungkin
juga bagimu. Lobi kantor tempat aku berjalan masuk dengan sepatu pantofel, lanyard
kulit yang menggantung di leher, latte mahal dari coffee shop kenamaan yang
kugenggam di tangan, dan ransel yang berisikan laptop kantor ikut menjadi bagian
dari indentitasku selama bertahun-tahun hidup di ibu kota. Tapi sekarang aku
menyadari bahwa mengikatkan identitasku pada semua hal ini tidak akan ada akhir
dan cukupnya.
Bekerjalan sebaik-baiknya.
Berbanggalah jadi anak kantoran. Kejarlah gaji setinggi-tingginya, pengalaman
sebanyak-banyakya, bangun jaringan seluas-luasnya dengan berteman
sebanyak-banyaknya. Tapi tetap ingatlah bahwa tempat kerja, kantor kita,
bukanlah satu-satunya tempat dimana kita bisa memaknai hidup.
There is life beyond
your cubicle walls. Think about your endgame. Mau dibawa ke mana hidupmu nantinya?” – Buku Anak Kantoran Bab 8 Halaman 257-258.
Sampai tulisan ini selesai dibuat, juga masih
merenungi, berpikir, dan memaknai tujuan karir ini 😊
0 komentar